Gelapnya Transparansi Nilai
Hasil perkuliahan semester 7 sudah
keluar. Dan taraa alhamdulilah nilainya lumayan bagus. Hanya saja ada satu batu
besar yang tersembunyi di balik bayangan gelap. Nilai satu mata kuliah utamaku
sedang bermasalah. Semua berawal dari nilai yang keluar di siakad untuk pertama
kalinya. Saat itu aku mendapat nilai A- dan baru senin kemaren aku mengetahui
kalau nilaiku sudah berubah menjadi C. Akupun mempertanyakan bagaimana bisa aku
mendapat nilai C dalam selang waktu yang sesingkat itu. Selama tiga semester terakhir memang nilai mata kuliah ini terus mengalami penurunan. Tapi untuk pertama kalinya aku merasa ada ketidakadilan dalam pemberian nilai.
Sebelumnya memang ada seorang
teman yang memintaku untuk menemaninya ke dosen pengampu karena dia lagi-lagi
tidak lulus di setiap mata kuliah dibawah bimbingan dosen ini. Di tambah lagi dia mahasiswa bidik misi yang sudah mendapat ancaman kalau IPKnya terus anjlok maka beasiswanya akan dicabut. Oleh karenanya dia berusaha meminta belas kasih pak dosen agar meluluskannya kali ini. Karena sudah
tidak ada urusan di kampus jadi aku menolak permintaannya sehalus mungkin.
Ditambah bumbu penyemangat dan doa semoga dia berhasil “melobi” dosennya. Itu
terjadi hari kamis malam tanggal 28 Januari 2016.
Hari cepat berganti menjadi senin di
bulan yang berbeda, 1 Februari 2016. Aku
bermaksud untuk mengerjakan revisian proposal di perpustakaan prodi. Karena
saat liburan semester seperti ini, sangat susah mencoba mengerjakannya di
rumah. Seperti dugaanku, perpustakaan dipenuhi mahasiswa tingkat akhir. Hehehe.
Sebenarnya ada misi lain kenapa harus
jauh-jauh ke kampus hari itu. Apalagi kalau bukan untuk menikmati wifi
gratisan. (Eh ga gratisan juga sih, kan wifi diambil dari spp yang kita
bayarkan :’D) ditambah lagi perpustakaan prodi ada di lantai tiga, wuih tambah
kencang sinyalnya. Begitu mendudukkan pantat di karpet perpus aku langsung
mengambil beberapa skripsi sebagai referensi. Baru juga membuka laptop dan
bermaksud mengerjakan, tidak ada lima menit laptop langsung aku matikan lagi.
Hahaha, wifinya gak connect sih. Akhirnya aku malah sibuk browsing lewat hp.
Kemudian beberapa teman bilang kalau nilai dua mata kuliah sudah keluar. Wah
aku deg-deg-an banget, karena dua mata kuliah ini di bawah asuhan dosen yang
sama, daaaan beliau ini dosen yang baru menyelesaikan pendidikan S3-nya di
Jepang. Jadi aku tidak mengenal betul bagaimana karakter beliau saat memberi
nilai. Oke harus cepat-cepat masuk siakad nih. Lihat pengumuman nilai dan
alhamdulilah dua-duanya dapat A-. Kemudian aku coba mengintip KHS dan bukan
kepalang kagetnya IPKku justeru turun drastis. Lohlohloh kok bisa? Ternyata
nilai mata kuliah utama di semester ini tiba-tiba menjadi C. Baru di semester
ini, perdana, aku mendapatkan nilai B-, nilai itu benar-benar sepadan dengan
usahaku selama mengikuti perkuliahan.
Sekarang lagi-lagi, perdana, nilai C.
Karena penasaran kenapa nilainya bisa berubah aku mengeceknya sekali lagi ke
pengumuman nilai. Dan benar, beberapa nilai teman berubah tapi tidak sederastis
nilaiku. Ditambah lagi nilai teman yang semula tidak lulus menjadi lulus dengan
nilai yang sama padahal dia jarang sekali hadir di perkuliahan. Banyak teman
yang teriak –tidak adil- salah satunya aku. Sebenarnya aku malu mengatakannya,
tapi nilai akhir ini benar-benar memukulku bahkan aku harus menetaskan air mata
demi sebuah nilai. Sungguh memalukan memang. Singkat cerita aku langsung
menghubungi dosen yang bersangkutan, tapi tidak mendapat jawaban yang memuaskan
bahkan ketika aku bertanya mengenai nilai UTS dan UAS beliau tidak membalas
lagi smsku. Sebagai seorang mahasiswa, aku sedang memperjuangkan transparansi
nilai. Aku dan dua orang teman bahkan menunggu beliau untuk membicarakan
masalah ini langsung tatap muka. Tapi begitu ada moment, kami melewatkan begitu
saja begitu melihat reaksi beliau ketika berpapasan dengan kami. Tak ada seutas
senyumpun yang menggelayut di wajah beliau. Padahal di kalangan mahasiswa
beliau ini “katanya” dosen yang ramah. Baiklah, karena mood dosen yang tidak
bersahabat, kami bertiga akhirnya memutuskan untuk kembali menemui beliau
keesokan harinya.
Hari ini, Selasa, 2 Februari 2016
sebelum menemui dosen, aku mampir ke kontrakan teman yang hari Jumat lalu sudah
bertemu empat mata dengan pak dosen terkait lobi-lobi nilai. Aku mau tahu
kejelasan nilai bisa berubah setelah terjadi pertemuan itu. (Wkwkwk macem
cerita Freeport saja nih). Di kontrakan gang X itu dia cerita panjang lebar. Di
pintu, sebelum aku benar-benar keluar dia berpesan kepadaku untuk tidak
menceritakan “kisah hari Jumat” itu kepada teman-teman yang lain. Yaa tanpa
pikir panjang aku langsung bilang kalau hal ini sudah diketahui teman-teman
yang memang pada hari Senin ada di kampus. Bahkan aku menunjukkan smsku dengan
pak dosen kepadanya. Memang kalau di pihaknya, aku ini seperti menjatuhkan
teman demi kepentinganku sendiri. Tapi coba kalau di lihat dari sisi-ku, sisi
teman-teman yang lain yang mengikuti perkuliahan tiap minggunya selama satu
semester dengan sungguh-sungguh.
Tiba di kampus aku tidak berani
langsung menemui pak dosen. Akhirnya aku menemui dua teman yang sedang berlatih
tari di joglo. Di sela itu, aku mencoba sms pak dosen: “Assalamualaikum, sensei
maaf, apakah sensei hari ini ada waktu luang? Saya ingin menghadap sensei untuk
menanyakan nilai mata kuliah xxxx saya. Arigatou gozaimasu.” Tak lama aku
mendapat balasan: “Waalaikumsalam, maaf, nggak perlu, Novita san.” Sms ini
sangat menyakitkan sampai air mata begitu deras mengalir, padahal sudah kutahan
sekuat-kuatnya. Karena dasarnya aku adalah orang yang sangat keras kepala
terlebih ini menyangkut hak sebagai mahasiswa. Aku membalasnya “Sensei maaf
sebelumnya, saya hanya ingin mengetahui transparansi nilai saya saja. Saya
benar-benar mohon maaf jika saya merepotkan sensei.”— sampai detik aku menulis
ini tak ada balasan lagi dari beliau.
Sebenarnya mau menyerah saja. Tapi aku
memutuskan ikut mengantar teman dari kelas B menemui TU prodi, karena dia ada
beberapa masalah juga. Saat itu, aku jadi punya kesempatan bertanya ke Pak Yasin
perihal transparansi nilai matkul xxxx. Dan alhamdulilaaaaaaah, ini benar-benar
namanya iseng-iseng berhadiah. Pak yasin menunjukkan komposisi nilai kelas A.
Awalnya beliau hanya mau mengeprintkan komposisi nilaiku saja, dengan sedikit
memohon pak yasin tetap bilang tidak bisa diprint semuanya. Eh begitu mau
pasrah, Pak Yasin bilang “Ya sudah mbak saya prinkan semuanya saja ya”.
Begitu melihat komposisi nilainya aku
semakin terbelalak. Nilai partisipasiku paling rendah di antara teman-teman
yang lain, 50. Hampir semua teman yang saat itu ada di kampus tidak percaya,
bagaimana bisa aku yang selalu hadir dan hanya melewatkan satu perkuliahan saja
bisa mendapat nilai itu? Memang partisipasi tidak hanya dilihat dari kehadiran
tapi juga keaktivan di kelas. Tapi teman-teman yang nilai partisipasinya lebih
tinggi juga tidak lebih aktif dari aku. Karena ketidakadilan semakin terpampang
nyata dan sudah menjadi realita, maka sudah seharusnya dan sepatutnya aku
sebagai mahasiswa di era demokrasi harus memperjuangkan hak-hak mahasiswa
sampai titik darah penghabisan! (hihihi hiperbola)
Aku tadi juga sudah menghubungi DPA,
besok pagi-pagi sekali sekitar pukul setengah tujuh aku diminta menemui beliau
di jimusho. Sungguh ada banyak jalan menuju Roma, semoga besok DPA bisa menjadi jembatan penghubung
antara pak dosen dengan aku. Kalaupun tidak mengubah apapun, setidaknya aku
sudah sedikit banyak mengungkap “Gelapnya Transparansi Nilai” di prodi tempat
aku menuntut ilmu.
Hikmah dari semua ini: Sepertinya Allah
ingin mengajariku berjuang di jalan kebenaran dengan keikhlasan dan rasa sabar
tanpa memasukkan amarah apalagi kebencian. Setidaknya aku sudah dapat ilmu, betul tidak?. Keep strong! Stay Ganbatte! Pertolongan
Allah paling nyata, paling dekat, dan bisa datang dari segala penjuru :’)
Selasa, 2 Februari 2016 [8:52 PM:
alunan Rock You dari KARA]
Komentar
Posting Komentar