Lika-Liku Laki-Laki Tak Laku-Laku

Pagi begitu suram. Sapa hangat sinar mentari tak dapat menembus gumpalan awan hitam yang menghias langit. Paris anak ABG yang baru duduk dibangku sekolah kelas X- SMA ini masih sembunyi meringkuk dibalik selimut. Meskipun jarum jam kamarnya menunjukkan pukul 06.40 WIB. Byuur… satu ember air menghujam deras di tubuhnya. Spontan Paris terbangun dari alam tak sadarnya. Meskipun separuh jiwanya masih berkeliaran. Saat kedua mata Paris terbuka lebar-lebar dan separuh jiwanya telah kembali dan bersatu dengan raganya, Paris baru menyadari bahwa di hadapannya, sesosok wanita lengkap dengan senjata di tangan siap menggempur Paris habis-habisan.
“Pa.. rriiissssss….. bangun!!!”
Karena tidak membekali diri dengan persenjataan lengkap. Terpaksa sebelum mati di tempat, Paris segara melarikan diri ke kamar mandi. Paris berjalan menuju meja makan , lalu duduk tanpa ekspresi. Ayahnya hanya memperhatikan saja. Tapi dari lirikan mata sang ibu, Paris dapat meramalkan, ia akan mendapat nyanyian fals dengan durasi yang panjang. Dan betul, dugaan Paris. Sepanjang ia makan, minum, pakai sepatu bahkan sampai berangkat ibunya masih saja menasehati anaknya dengan kalimat yang diulang-ulang.
“Paris berangkat. Assalamualaikum.”. paris mencium punggung tangan ibu dan ayahnya.
Baru beberapa jengkal langka, ibu Paris kembali menasehati anaknya. Entah ke seribu kian kalinya.
“Paris. Kamu jangan bandel di sekolah, yang rajin. Ingat Paris masa depanmu ada di tangan kamu sendiri. Dan yang paling penting kamu jangan sampai salah pergaulan. Masa depanmu bisa hancur. Apa kamu tidak kasihan sama ibu dan ayah. Yang sudah membiayaimu sekolahmu.”.
Paris hanya bisa mengangguk. Ia begitu bisa mengerti dengan sifat ibunya yang protektif. Walaupun Paris bukan anak semata wayang, tapi ibunya begitu memanjakannya seperti kebanyakan anak tunggal lainnya. Dari kejauhan, ia melambai pada ibunya dan kembali meneruskan langkah yang tadi sempat terganjal batu mutiara. Sepanjang perjalanan dalam hati ia meratapi nasibnya. Kapanku punya pacar ??.
Tepat bel masuk berbunyi, Paris tiba di sekolah. Ia segera berlari menuju kelasnya.
“Kenapa muram?, diceramahi lagi?”. Tanya Troy saat pantat Paris baru menempel di kursi. Troy adalah teman sebangku Paris, sekaligus sohibnya. Mereka bersahabat empat orang. Dua diantaranya adalah Archilis yang akrab dipanggil Ari, dan Hektor, mereka duduk di belakang bangku Troy dan Paris. Paris tersenyum lemas.
“ Bukan diceramahi tapi dinasehati.”
Ke tiga sahabatnya hanya tersenyum, sedikit dipaksakan. Hari yang muram. Semuram pikiran Paris yang terus melayang.
Saat yang paling dibenci Paris pun tiba. Entah mengapa ia tidak begitu suka jam istirahat. Tidak seperti sebagian besar siswa yang begitu mendamba jam istirahat, bahkan guru pun ada yang demikian. Mungkin Paris begitu karena factor muak bercampur iri hati menjadi saksi bisu menyaksikan ke tiga sahabatnya begitu dipuja-puja wanita. Sedang Paris, ia hanya bisa menggigit jari melihat ke tiga sohibnya beraksi dengan beribu rayuan munafiq. Sungguh malang nasib Paris, cewek melirik pun tak sudi. Padahal ia yakin tampangnya tak jauh-jauh amat dari ke tiga sahabatnya.
Saat Paris menikmati kesendiriannya di pojok kelas.
“ Ris. Ditunggu bu Jamaika di kantor.”
Paris tak menjawab, ia begitu asyik dengan gamesnya. Saat gadis itu berlalu pergi, aroma tubuh dari parfumnya nenusuk hidung Paris dan mengalir penuh kehangatan menuju jantung dan meledak di hati Paris. Sesaat terbawa kenikmatan, barulah Paris sadar. Aroma wangi tubuh yang khas itu hanya dimiliki. “ Italia.” desus Paris. Seorang gadis yang begitu dipujanya sejak pertama jumpa waktu MOS. Tanpa pikir panjang Paris segera berlari meyusul pujaan hati. Dalam hati Paris mengumpat  dirinya sendiri, mengapa ia begitu bodoh, mengapa ia begitu tolol, mengapa ia begitu asyik dengan gamesnya. Padahal gadis idaman, gadis impian, gadis pujaan ada di hadapannya. Walau hanya menyampaikan pesan, tapi tak apalah yang terpentingkan Italia tahu nama Paris. Saat terjatuh dari alam lamunan, Paris mendapati semua mata tertuju dan terpusat padanya. Paris salah tingkah. Ia menggaruk rambut kepalanya yang tidak gatal. Tersenyum sendiri. “ Ada apa sih?”. Ia bertanya ke kanan, kiri, depan, belakang. Tak ada yang menjawab. Mata mereka menusuk tajam mata Paris dengan beribu pertanyaan. Paris tidak memperdulikannya. Ia kembali meneruskan langkanya yang terhenti karena sandungan orang-orang aneh tadi. Paris sangat teramat berharap Italia ada di ruang guru. Dan glodakkk. Saat melintas di depan kantin, mata bening Paris mendapati sosok Italia duduk mesra dengan seorang cowok di sudut pojok kantin. Perasaan Paris luruh seketika diterjang ombak. Ia kembali ke kelas,  langkanya semakin berat.
Aku pulang…
Tanpa dendam…
Ku terima, kekalahanku..
 Lagu berhenti berharap mengiringi duka Paris.
Pada jam pelajaran 7-8 kelas X-6 bagai pasar tumpah. Ramaiiii sekali. Tiap anak bergerombol per genk. Itulah generasi muda penerus negeri yang bobrok ini. Tak ada semangat 45 dalam hal belajar. Berbalik 380 mereka sangat senang menyangkut hal-hal yang berbau ngegosip dan pacaran. Sungguh miris negeri ini. Negeri yang kelaparan di atas lumbung padi.
Paris memilih golput. Ia tak mengikut gerombolan genk manapun. Di pojok kelas di samping jendela reyot tanpa kaca, Paris merenungi penuh penghayatan nasibnya. Ketiga sahabatnya berjalan penuh canda menghampiri Paris. Paris melirik kecut. Penuh makna yang tersirat. Sohibnya malah membalas dengan senyum tanpa dosa.
“ Patah hati. Biarkanlah aku sendiri !”. sambut Paris saat sohibnya tepat di hadapannya. Ia seakan mengerti maksud ke datangan tikus-tikus ini.
“ Oh… broken heart. So.. cuuuttteeee !!!”. ledek Hector penuh kemenangan sembari menggegamkan ke sepuluh jemari di atas pipi empuknya.
“ Ya.. ampyuuunn Paris.. hari gene patah hati, cabe dech.” Dengan aksen sok bancinya Ari ikutan nimbrung.
Troy tak mau kalah. Kali ini ia ikut-ikutan. Gaya bahasanya seperti orang bijaksana yang jatuh tersandung batu.
“ Ris. Gak usahlah kamu patah hati segala. Cewek masih banyak. So.. mati satu tak apalah. Masih ada stok seribu wanita yang menunggumu. Kohe chuy ! ”.
Paris meresapi tiap-tiap kata yang keluar dari bibir manis Troy. Benar juga. Tapi banyak salahnya. Jika Paris satu-satunya lelaki penghuni dunia ini. Tentu kaum hawa lebih memilih menjadi perawan tua seumur hidup. Dari pada harus hidup dengan wong ndusun seperti Paris.
“ Huhh”. Paris mendesa penuh kecewa.
Ke tiga tikus pengganggu ini, akhirnya menyadari kehadirannya tidak dibutuhakan. Mereka ngeloyor pergi persis tikus yang tak tahu diri. Puas merusak ratusan hektar sawah petani, dengan langkah terseok-seok keberatan perut, kaki mungilnya ngeloyor pergi tanpa dosa.
Di depan pintu kelas, bersembunyi dari ketidaktahuan Paris. Ke tiga tikus ini merencanakan misi rahasia.
“_”
Keesokan…
Hari ini tak biasa bagi Paris. Kantong matanya bengkak karena semalaman matanya terjaga memikirkan Italia. Tapi ia bersyukur, pagi ini ia tak mendapat nyanyian yang liriknya penuh omelan dari sang ibu tercinta.
Langka Paris berat, ia menyeret paksa kakinya berjalan menyusuri koridor sekolah. Sudut matanya menangkap asyik kerumunan siswa. Ia seakan tersihir, tanpa sadar ia sudah berada dalam kerumunan itu. Semua pasang mata tertuju padanya, tersirat keheranan yang mendalam. Paris bingung tapi tak memperdulikan. Itulah Paris yang begitu cuek dengan lingkungannya. Matanya terbelalak membaca kertas pengumuman yang tertempel di madding. Jemarinya mengepal menahan amarah.

PARIS cari JODOH
Kriteria
1.      Cewek bukan cowok
2.      Masih perawan
Dijamin 100% masih PERJAKA.
Hub : Archilis (Ari), Hector, Troy.

Paris berbalik arah. Kepalanya menunduk dalam. Urat nadi malunya serasa putus. Berbagai hinaan, celometan, kritik dan saran mengantar perjalanan Paris menuju kelas.
Braakk.. Paris membanting tasnya keras ke meja. Troy terjingkat, kaget. Ke dua tikus lainnya saling bertabrak pandang dengan Troy. Mereka seakan mengerti maksud yang tersembunyi di balik kelakuan Paris yang tak biasa.
“ Jangan marah dong Ris. Kamikan cuma berusaha mencarikan jodohmu.”
“ Iya, Ris. Biar kamu gak sedih dan kesepihan lagi.”
“ Iya Ris. Jangan marah ya..” bujuk ke tiga sohibnya persis anak playgroup yang merengek minta dibelikan mainan. Paris tidak menjawab, raut mukanya merah padam. Pandangan mata cokelatnya menusuk tajam ke depan. Tiga tikus ini tak pantang menyerah, mereka tatap mati-matian membujuk Paris. Mempertanggung jawabkan perbuatan fatal yang telah mereka lakukan. Amarah Paris mulai meredam. Inilah sifat asli Paris yang sebenarnya tak bisa marah. Ia sendiri heran mengapa kalau ia marah tidak pernah bertahan lama, sampai berhari-hari bahkan berminggu-minggu seperti kebanyakan pertengkaran teman wanita sekelasnya.
 Bel masuk tanda pelajaran akan segera dimulai berteriak-teriak memanggil siswa yang berkeliaran. Paris menyodokan tangannya. “Maaf, aku yang salah”. Maaf Paris tak bertepuk sebelah tangan, ke tiga sohibnya membalas dengan senyuman.
Bel istirahat berkumandang penuh semangat mengusir guru yang sedang mengajar. Empat sahabat ini tertawa renyah duduk santai di depan kelas. Seekor serangga pengganggu datang menghampiri sembari menenteng selembar kertas.
“ Ni.” Ia menyodorkan kertas absen yang dibawanya. “ Kembalikan di ruang BK” pesannya.
“ Ris ambil bolpoin dong.” Perintah Troy seenak jidatnya. Terpaksa Paris beranjak menuju kelas. Ia hendak mengambil bolpoin di laci meja. Tapi mata beningnya tertarik pada amplop merah bertuliskan To: PARIS di atas meja. Dibukanya amplop itu.

Dear Paris
 Paris, sejak pertama berjumpa denganmu. Aku mulai ada rasa padamu. Aku begitu kagum pada pribadimu yang berani jadi diri sendiri dan apa adanya. Aku seakan tersesat akan perasaanku sendiri.
Paris jika kau merasakan hal yang sama seperti yang ku rasakan, maka temui aku..
Tapi jika tidak, biarkanlah aku memendamnya sendiri.

                                                                                                               From : ITALIA

Jantung Paris berhenti berdetak. Hatinya seakan meloncat keluar dari tubuh sang majikan dan melompat kegirangan. Mimipi apa Paris semalam. Spontanitas ia berlari dengan senyum mengembang di bibirnya menuju sang pujaan hati. Ia lupa dengan amanah yang diberikan Troy.
Sesaat tiba di kelas Italia, Paris mengatur nafasnya sejenak. Mata beningnya mencari-cari keberadaan separuh hatinya. Tapi apa yang dilihatnya ?. Pemandangan yang menyayat hati. Italia dan Troy bercanda tawa dengan mesra di pojok kelas. Troy sahabatnya sejak kecil, tega mengkhianatinya. Makan teman sendiri, pagar makan tanaman. Ia berjalan mendekati Troy dan Italia. Langkahnya penuh dendam dan amarah. Bouugghht hantaman telak dari Paris mendarat di pipi kiri Troy. Troy jatuh tersungkur. Italia menjerit ketakutan. Seketika pertingkaian Troy dan Paris menjadi tontonan yang asyik. Mereka membentuk lingkaran, yang mengitari dua lakon utama dalam pertunjukan ini. Pengkhianat, pengkhianat dan pengkhianat itulah dialog yang keluar dari mulut Paris sepanjang pertunjukan berlangsung. Puas meluapkan emosi, Paris berlari tanpa arah menerjang penonton. Ia tidak memperdulikan panggilan Troy.
“ Paris. Dengarkan dulu penjelasanku .” Troy mengejar Paris tapi apa daya Paris keburu menghilang.
Bel pertanda pulang menjerit histeris mengusir siswa. Kegelisahan masih menyelimuti perasaan Troy dan ke dua temannya. Ia begitu cemas dengan kondisi Paris yang sampai detik ini belum muncul di hadapannya. Satu persatu siswa meninggalkan sekolah. Tapi tidak dengan Troy, Ari, dan Hector mereka dengan setia, tulus dan ikhlas menunggu Paris.
Satu jam berlalu, waktu terasa begitu cepat. Akankah ini pertanda kiamat 2012 ?.
Paris belum juga muncul. Kecemasan tiga sahabat ini semakin menjadi-jadi. Mereka mulai berpencar, mencari ke setiap sudut sekolah. Berharap Paris dapat ditemukannya.
Dengan langkah terseret. Paris keluar dari toilet. Tangannya penuh luka dan darah. Langkah itu terhenti. Dan mata cokelatnya menyaksikan, Troy, sumber konflik dengan penuh kecemasan dan sorot mata yang penuh rasa bersalah. Terus berteriak dan lari kesana kemari menyebut-nyebut nama Paris. Paris hendak kembali keper-sembunyian-nya. Terlambat !! dihadapannya tegak berdiri Ari dan Hector. Ia berbalik kebelakang, bermaksud lari. Dan glodaakkk!! Kali ini dihadapannya berdiri Troy. Paris terkepung, ia tidak mungkin bisa kabur. Ia mengibarkan bendera putih, mengakui kekalahannya. Ia bersedia mendengarkan penjelasan Troy.
Di dalam kelas X-6. Paris dan Troy duduk berhadapan. Sementara Ari dan Hector berdiri disamping ke duanya. Siap melerai jika terjadi baku hantam. Keheningan yang dingin sejenak tercipta.
Huuu.. huu.. huua.. huuuaaacchhhiiiiiinnnggggg. Tapi dengan bersin khas yang hanya dimiliki Ari mampu mencairkan suasana.
“ Paris, maaf. Iya, memang aku pacaran dengan Italia. Iya memang aku tak tahu diri. Iya, memang aku pengkhianat. Iya, memang aku makan teman sendiri. Iya, memang aku pagar makan tanaman. Iya memang aku yang salah. Tapi itu semua hanya sandiwara Paris.” Troy membuka pembicaraan, penuh dengan ketegangan.
“ Jadi kau hanya mempermainkan Italia.!!” Paris berdiri, jemarinya mengekar menekan meja penuh tenaga. Tak pernah Paris semarah ini. Beruntung ada Ari yang dapat meredakan emosi Paris.
“ Dengar dulu.” Paris duduk kembali. Dan Troy melanjutkan ucapannya yang dipotong Paris.
“ sebenarnya, seminggu sudah surat itu dititipkan Italia pada Hector. Kami yakin dia hanya mempermainkanmu. Italia itu sama seperti kami, tikus-tikus nakal yang haus akan uang. Kami tidak ingin kau masuk dalam perangkapnya, Paris.”
“ bulshiit. Kalian sebenarnya iri kan ?”
“ okhe. Sekarang jika kamu jadi pacarnya. Sanggupkah kau tiap hari mengantar jemputnya pakai mobil mewah. Sanggupkah kau membelikannya baju dari mall satu loncat ke mall lain. Sanggupkah kau mengikuti gaya hidupnya. Yang tiap malam nongkrong di discotik. Mabuk, pulang pagi. Sanggupkah kau diporoti setiap harinya. ? heh..” Troy menantang Paris telak. Paris menunduk dalam.
“ asal kau tahu, seujung kuku pun kamu tak masuk kriteria. Kantong tipis, tampang pas-pasan, gak gaul, gak terkenal, ndeso lagi. Apa yang kau andalkan ? pintar. Gak cukup Paris. Kami ini tikus-tikus nakal. Makanan kami uang bukan rumus matematika, bukan juga teori Atom Dalton.”
“ ngerti kan, Ris.”
“ Kamu gak selevel dengan Italia. Kalian bagai bumi dan langit. Masih banyak wanita di luar sana. Yang mungkin jauh di lubuk hati mereka mencintaimu apa adanya.”
“ Bukannya kami iri. Kami hanya ingin membantumu, agar kamu tidak kecewa nanti. Memang kami belum dapat bukti yang otentik. Tapi dugaan kami benar 1000%. Kau tak lebih berharga dari bahan taruhan.”
“ Terserah.!!!” Paris berdiri dan meninggalkan tikus-tikus nakal sahabatnya. Habis sudah kesabaran Troy. Ia menggebrak meja keras, mengerahkan seluruh emosinya.
“ OKHEE.”
Langkah Paris terhenti di depan pintu.
“ Lebih sayang tikus nakal bajingan. Atau percaya kami.”
Paris pergi dan berlalu.
“-“
Mendung hitam telah dikalahkan sinar mentari. Mega merah di ufuk timur malu-malu berganti dengan sinar hangat mentari pagi. Pagi ini begitu cerah. Secerah senyuman di bibir manis Paris. Walaupun semalam suntuk matanya tejaga. Tak ada mata sipit berkalung kantong mata bengkak yang menghias wajah Paris. Ia begitu semangat menyambut hari ini. Hari dimana Paris berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Yang pendiam, rendah diri, culun dan penakut. Sungguh, hari ini Paris teramat tampannya. Potongan rambutnya berubah mengikuti tren, tidak lagi akan ada rambut piak tengah yang berlumurkan minyak jelantah nongkrong di atas kepala Paris. Dua kancing teratas bajunya terbuka, memamerkan sedikit pucuk dadanya. Celananya tak lagi di atas pusar. Sedikit diturunkan. Ia seakan menemukan jati dirinya. Akhirnya lika-liku kehidupan yang telah dijalaninya berbuah kemahadahsyatan. Jalannya tak lagi menunduk. Paris begitu PD berjalan di koridor sekolah. Semua pasang mata bersinarkan kekaguman dan ketidak percayaan terfokus pada Paris. Ia bagai model yang berjalan di catwalk yang terus melemparkan senyuman.
Setelah salat istiqoroh dan minta petunjuk Allah. Semalam Paris memutuskan dengan tepat dan akurat lebih memilih tikus-tikus nakal sahabatnya, walau nakal tapi setidaknya mereka menyayangi Paris tulus. Paris sadar bahwa persahabatan lahir dari rasa percaya.
Ditengah pelajaran yang membosankan dan guru yang tidak mengasyikkan. Pikiran Paris melayang. Tanpa sadar ia berdiri dan  mengacungkan  kedua tangan tinggi. Dengan kepala mendongkak ke atas Paris teriak.
“ Aaarrrggghh!!! KAPAN KU PUNYA PACAR ???!”

Sebuah penghapus papan tulis ditembakkan dengan tenaga superman mendarat tidak mulus masuk dalam goa mulut Paris. Tawapun meledak. Paris kesakitan tapi tertawa juga. Orang yang aneh. Lega akhirnya, beban fikiran Paris menguap bercampur deru tawa.Pagi begitu suram. Sapa hangat sinar mentari tak dapat menembus gumpalan awan hitam yang menghias langit. Paris anak ABG yang baru duduk dibangku sekolah kelas X- SMA ini masih sembunyi meringkuk dibalik selimut. Meskipun jarum jam kamarnya menunjukkan pukul 06.40 WIB. Byuur… satu ember air menghujam deras di tubuhnya. Spontan Paris terbangun dari alam tak sadarnya. Meskipun separuh jiwanya masih berkeliaran. Saat kedua mata Paris terbuka lebar-lebar dan separuh jiwanya telah kembali dan bersatu dengan raganya, Paris baru menyadari bahwa di hadapannya, sesosok wanita lengkap dengan senjata di tangan siap menggempur Paris habis-habisan.
“Pa.. rriiissssss….. bangun!!!”
Karena tidak membekali diri dengan persenjataan lengkap. Terpaksa sebelum mati di tempat, Paris segara melarikan diri ke kamar mandi. Paris berjalan menuju meja makan , lalu duduk tanpa ekspresi. Ayahnya hanya memperhatikan saja. Tapi dari lirikan mata sang ibu, Paris dapat meramalkan, ia akan mendapat nyanyian fals dengan durasi yang panjang. Dan betul, dugaan Paris. Sepanjang ia makan, minum, pakai sepatu bahkan sampai berangkat ibunya masih saja menasehati anaknya dengan kalimat yang diulang-ulang.
“Paris berangkat. Assalamualaikum.”. paris mencium punggung tangan ibu dan ayahnya.
Baru beberapa jengkal langka, ibu Paris kembali menasehati anaknya. Entah ke seribu kian kalinya.
“Paris. Kamu jangan bandel di sekolah, yang rajin. Ingat Paris masa depanmu ada di tangan kamu sendiri. Dan yang paling penting kamu jangan sampai salah pergaulan. Masa depanmu bisa hancur. Apa kamu tidak kasihan sama ibu dan ayah. Yang sudah membiayaimu sekolahmu.”.
Paris hanya bisa mengangguk. Ia begitu bisa mengerti dengan sifat ibunya yang protektif. Walaupun Paris bukan anak semata wayang, tapi ibunya begitu memanjakannya seperti kebanyakan anak tunggal lainnya. Dari kejauhan, ia melambai pada ibunya dan kembali meneruskan langkah yang tadi sempat terganjal batu mutiara. Sepanjang perjalanan dalam hati ia meratapi nasibnya. Kapanku punya pacar ??.
Tepat bel masuk berbunyi, Paris tiba di sekolah. Ia segera berlari menuju kelasnya.
“Kenapa muram?, diceramahi lagi?”. Tanya Troy saat pantat Paris baru menempel di kursi. Troy adalah teman sebangku Paris, sekaligus sohibnya. Mereka bersahabat empat orang. Dua diantaranya adalah Archilis yang akrab dipanggil Ari, dan Hektor, mereka duduk di belakang bangku Troy dan Paris. Paris tersenyum lemas.
“ Bukan diceramahi tapi dinasehati.”
Ke tiga sahabatnya hanya tersenyum, sedikit dipaksakan. Hari yang muram. Semuram pikiran Paris yang terus melayang.
Saat yang paling dibenci Paris pun tiba. Entah mengapa ia tidak begitu suka jam istirahat. Tidak seperti sebagian besar siswa yang begitu mendamba jam istirahat, bahkan guru pun ada yang demikian. Mungkin Paris begitu karena factor muak bercampur iri hati menjadi saksi bisu menyaksikan ke tiga sahabatnya begitu dipuja-puja wanita. Sedang Paris, ia hanya bisa menggigit jari melihat ke tiga sohibnya beraksi dengan beribu rayuan munafiq. Sungguh malang nasib Paris, cewek melirik pun tak sudi. Padahal ia yakin tampangnya tak jauh-jauh amat dari ke tiga sahabatnya.
Saat Paris menikmati kesendiriannya di pojok kelas.
“ Ris. Ditunggu bu Jamaika di kantor.”
Paris tak menjawab, ia begitu asyik dengan gamesnya. Saat gadis itu berlalu pergi, aroma tubuh dari parfumnya nenusuk hidung Paris dan mengalir penuh kehangatan menuju jantung dan meledak di hati Paris. Sesaat terbawa kenikmatan, barulah Paris sadar. Aroma wangi tubuh yang khas itu hanya dimiliki. “ Italia.” desus Paris. Seorang gadis yang begitu dipujanya sejak pertama jumpa waktu MOS. Tanpa pikir panjang Paris segera berlari meyusul pujaan hati. Dalam hati Paris mengumpat  dirinya sendiri, mengapa ia begitu bodoh, mengapa ia begitu tolol, mengapa ia begitu asyik dengan gamesnya. Padahal gadis idaman, gadis impian, gadis pujaan ada di hadapannya. Walau hanya menyampaikan pesan, tapi tak apalah yang terpentingkan Italia tahu nama Paris. Saat terjatuh dari alam lamunan, Paris mendapati semua mata tertuju dan terpusat padanya. Paris salah tingkah. Ia menggaruk rambut kepalanya yang tidak gatal. Tersenyum sendiri. “ Ada apa sih?”. Ia bertanya ke kanan, kiri, depan, belakang. Tak ada yang menjawab. Mata mereka menusuk tajam mata Paris dengan beribu pertanyaan. Paris tidak memperdulikannya. Ia kembali meneruskan langkanya yang terhenti karena sandungan orang-orang aneh tadi. Paris sangat teramat berharap Italia ada di ruang guru. Dan glodakkk. Saat melintas di depan kantin, mata bening Paris mendapati sosok Italia duduk mesra dengan seorang cowok di sudut pojok kantin. Perasaan Paris luruh seketika diterjang ombak. Ia kembali ke kelas,  langkanya semakin berat.
Aku pulang…
Tanpa dendam…
Ku terima, kekalahanku..
 Lagu berhenti berharap mengiringi duka Paris.
Pada jam pelajaran 7-8 kelas X-6 bagai pasar tumpah. Ramaiiii sekali. Tiap anak bergerombol per genk. Itulah generasi muda penerus negeri yang bobrok ini. Tak ada semangat 45 dalam hal belajar. Berbalik 380 mereka sangat senang menyangkut hal-hal yang berbau ngegosip dan pacaran. Sungguh miris negeri ini. Negeri yang kelaparan di atas lumbung padi.
Paris memilih golput. Ia tak mengikut gerombolan genk manapun. Di pojok kelas di samping jendela reyot tanpa kaca, Paris merenungi penuh penghayatan nasibnya. Ketiga sahabatnya berjalan penuh canda menghampiri Paris. Paris melirik kecut. Penuh makna yang tersirat. Sohibnya malah membalas dengan senyum tanpa dosa.
“ Patah hati. Biarkanlah aku sendiri !”. sambut Paris saat sohibnya tepat di hadapannya. Ia seakan mengerti maksud ke datangan tikus-tikus ini.
“ Oh… broken heart. So.. cuuuttteeee !!!”. ledek Hector penuh kemenangan sembari menggegamkan ke sepuluh jemari di atas pipi empuknya.
“ Ya.. ampyuuunn Paris.. hari gene patah hati, cabe dech.” Dengan aksen sok bancinya Ari ikutan nimbrung.
Troy tak mau kalah. Kali ini ia ikut-ikutan. Gaya bahasanya seperti orang bijaksana yang jatuh tersandung batu.
“ Ris. Gak usahlah kamu patah hati segala. Cewek masih banyak. So.. mati satu tak apalah. Masih ada stok seribu wanita yang menunggumu. Kohe chuy ! ”.
Paris meresapi tiap-tiap kata yang keluar dari bibir manis Troy. Benar juga. Tapi banyak salahnya. Jika Paris satu-satunya lelaki penghuni dunia ini. Tentu kaum hawa lebih memilih menjadi perawan tua seumur hidup. Dari pada harus hidup dengan wong ndusun seperti Paris.
“ Huhh”. Paris mendesa penuh kecewa.
Ke tiga tikus pengganggu ini, akhirnya menyadari kehadirannya tidak dibutuhakan. Mereka ngeloyor pergi persis tikus yang tak tahu diri. Puas merusak ratusan hektar sawah petani, dengan langkah terseok-seok keberatan perut, kaki mungilnya ngeloyor pergi tanpa dosa.
Di depan pintu kelas, bersembunyi dari ketidaktahuan Paris. Ke tiga tikus ini merencanakan misi rahasia.
“_”
Keesokan…
Hari ini tak biasa bagi Paris. Kantong matanya bengkak karena semalaman matanya terjaga memikirkan Italia. Tapi ia bersyukur, pagi ini ia tak mendapat nyanyian yang liriknya penuh omelan dari sang ibu tercinta.
Langka Paris berat, ia menyeret paksa kakinya berjalan menyusuri koridor sekolah. Sudut matanya menangkap asyik kerumunan siswa. Ia seakan tersihir, tanpa sadar ia sudah berada dalam kerumunan itu. Semua pasang mata tertuju padanya, tersirat keheranan yang mendalam. Paris bingung tapi tak memperdulikan. Itulah Paris yang begitu cuek dengan lingkungannya. Matanya terbelalak membaca kertas pengumuman yang tertempel di madding. Jemarinya mengepal menahan amarah.

PARIS cari JODOH
Kriteria
1.      Cewek bukan cowok
2.      Masih perawan
Dijamin 100% masih PERJAKA.
Hub : Archilis (Ari), Hector, Troy.

Paris berbalik arah. Kepalanya menunduk dalam. Urat nadi malunya serasa putus. Berbagai hinaan, celometan, kritik dan saran mengantar perjalanan Paris menuju kelas.
Braakk.. Paris membanting tasnya keras ke meja. Troy terjingkat, kaget. Ke dua tikus lainnya saling bertabrak pandang dengan Troy. Mereka seakan mengerti maksud yang tersembunyi di balik kelakuan Paris yang tak biasa.
“ Jangan marah dong Ris. Kamikan cuma berusaha mencarikan jodohmu.”
“ Iya, Ris. Biar kamu gak sedih dan kesepihan lagi.”
“ Iya Ris. Jangan marah ya..” bujuk ke tiga sohibnya persis anak playgroup yang merengek minta dibelikan mainan. Paris tidak menjawab, raut mukanya merah padam. Pandangan mata cokelatnya menusuk tajam ke depan. Tiga tikus ini tak pantang menyerah, mereka tatap mati-matian membujuk Paris. Mempertanggung jawabkan perbuatan fatal yang telah mereka lakukan. Amarah Paris mulai meredam. Inilah sifat asli Paris yang sebenarnya tak bisa marah. Ia sendiri heran mengapa kalau ia marah tidak pernah bertahan lama, sampai berhari-hari bahkan berminggu-minggu seperti kebanyakan pertengkaran teman wanita sekelasnya.
 Bel masuk tanda pelajaran akan segera dimulai berteriak-teriak memanggil siswa yang berkeliaran. Paris menyodokan tangannya. “Maaf, aku yang salah”. Maaf Paris tak bertepuk sebelah tangan, ke tiga sohibnya membalas dengan senyuman.
Bel istirahat berkumandang penuh semangat mengusir guru yang sedang mengajar. Empat sahabat ini tertawa renyah duduk santai di depan kelas. Seekor serangga pengganggu datang menghampiri sembari menenteng selembar kertas.
“ Ni.” Ia menyodorkan kertas absen yang dibawanya. “ Kembalikan di ruang BK” pesannya.
“ Ris ambil bolpoin dong.” Perintah Troy seenak jidatnya. Terpaksa Paris beranjak menuju kelas. Ia hendak mengambil bolpoin di laci meja. Tapi mata beningnya tertarik pada amplop merah bertuliskan To: PARIS di atas meja. Dibukanya amplop itu.

Dear Paris
 Paris, sejak pertama berjumpa denganmu. Aku mulai ada rasa padamu. Aku begitu kagum pada pribadimu yang berani jadi diri sendiri dan apa adanya. Aku seakan tersesat akan perasaanku sendiri.
Paris jika kau merasakan hal yang sama seperti yang ku rasakan, maka temui aku..
Tapi jika tidak, biarkanlah aku memendamnya sendiri.

                                                                                                               From : ITALIA

Jantung Paris berhenti berdetak. Hatinya seakan meloncat keluar dari tubuh sang majikan dan melompat kegirangan. Mimipi apa Paris semalam. Spontanitas ia berlari dengan senyum mengembang di bibirnya menuju sang pujaan hati. Ia lupa dengan amanah yang diberikan Troy.
Sesaat tiba di kelas Italia, Paris mengatur nafasnya sejenak. Mata beningnya mencari-cari keberadaan separuh hatinya. Tapi apa yang dilihatnya ?. Pemandangan yang menyayat hati. Italia dan Troy bercanda tawa dengan mesra di pojok kelas. Troy sahabatnya sejak kecil, tega mengkhianatinya. Makan teman sendiri, pagar makan tanaman. Ia berjalan mendekati Troy dan Italia. Langkahnya penuh dendam dan amarah. Bouugghht hantaman telak dari Paris mendarat di pipi kiri Troy. Troy jatuh tersungkur. Italia menjerit ketakutan. Seketika pertingkaian Troy dan Paris menjadi tontonan yang asyik. Mereka membentuk lingkaran, yang mengitari dua lakon utama dalam pertunjukan ini. Pengkhianat, pengkhianat dan pengkhianat itulah dialog yang keluar dari mulut Paris sepanjang pertunjukan berlangsung. Puas meluapkan emosi, Paris berlari tanpa arah menerjang penonton. Ia tidak memperdulikan panggilan Troy.
“ Paris. Dengarkan dulu penjelasanku .” Troy mengejar Paris tapi apa daya Paris keburu menghilang.
Bel pertanda pulang menjerit histeris mengusir siswa. Kegelisahan masih menyelimuti perasaan Troy dan ke dua temannya. Ia begitu cemas dengan kondisi Paris yang sampai detik ini belum muncul di hadapannya. Satu persatu siswa meninggalkan sekolah. Tapi tidak dengan Troy, Ari, dan Hector mereka dengan setia, tulus dan ikhlas menunggu Paris.
Satu jam berlalu, waktu terasa begitu cepat. Akankah ini pertanda kiamat 2012 ?.
Paris belum juga muncul. Kecemasan tiga sahabat ini semakin menjadi-jadi. Mereka mulai berpencar, mencari ke setiap sudut sekolah. Berharap Paris dapat ditemukannya.
Dengan langkah terseret. Paris keluar dari toilet. Tangannya penuh luka dan darah. Langkah itu terhenti. Dan mata cokelatnya menyaksikan, Troy, sumber konflik dengan penuh kecemasan dan sorot mata yang penuh rasa bersalah. Terus berteriak dan lari kesana kemari menyebut-nyebut nama Paris. Paris hendak kembali keper-sembunyian-nya. Terlambat !! dihadapannya tegak berdiri Ari dan Hector. Ia berbalik kebelakang, bermaksud lari. Dan glodaakkk!! Kali ini dihadapannya berdiri Troy. Paris terkepung, ia tidak mungkin bisa kabur. Ia mengibarkan bendera putih, mengakui kekalahannya. Ia bersedia mendengarkan penjelasan Troy.
Di dalam kelas X-6. Paris dan Troy duduk berhadapan. Sementara Ari dan Hector berdiri disamping ke duanya. Siap melerai jika terjadi baku hantam. Keheningan yang dingin sejenak tercipta.
Huuu.. huu.. huua.. huuuaaacchhhiiiiiinnnggggg. Tapi dengan bersin khas yang hanya dimiliki Ari mampu mencairkan suasana.
“ Paris, maaf. Iya, memang aku pacaran dengan Italia. Iya memang aku tak tahu diri. Iya, memang aku pengkhianat. Iya, memang aku makan teman sendiri. Iya, memang aku pagar makan tanaman. Iya memang aku yang salah. Tapi itu semua hanya sandiwara Paris.” Troy membuka pembicaraan, penuh dengan ketegangan.
“ Jadi kau hanya mempermainkan Italia.!!” Paris berdiri, jemarinya mengekar menekan meja penuh tenaga. Tak pernah Paris semarah ini. Beruntung ada Ari yang dapat meredakan emosi Paris.
“ Dengar dulu.” Paris duduk kembali. Dan Troy melanjutkan ucapannya yang dipotong Paris.
“ sebenarnya, seminggu sudah surat itu dititipkan Italia pada Hector. Kami yakin dia hanya mempermainkanmu. Italia itu sama seperti kami, tikus-tikus nakal yang haus akan uang. Kami tidak ingin kau masuk dalam perangkapnya, Paris.”
“ bulshiit. Kalian sebenarnya iri kan ?”
“ okhe. Sekarang jika kamu jadi pacarnya. Sanggupkah kau tiap hari mengantar jemputnya pakai mobil mewah. Sanggupkah kau membelikannya baju dari mall satu loncat ke mall lain. Sanggupkah kau mengikuti gaya hidupnya. Yang tiap malam nongkrong di discotik. Mabuk, pulang pagi. Sanggupkah kau diporoti setiap harinya. ? heh..” Troy menantang Paris telak. Paris menunduk dalam.
“ asal kau tahu, seujung kuku pun kamu tak masuk kriteria. Kantong tipis, tampang pas-pasan, gak gaul, gak terkenal, ndeso lagi. Apa yang kau andalkan ? pintar. Gak cukup Paris. Kami ini tikus-tikus nakal. Makanan kami uang bukan rumus matematika, bukan juga teori Atom Dalton.”
“ ngerti kan, Ris.”
“ Kamu gak selevel dengan Italia. Kalian bagai bumi dan langit. Masih banyak wanita di luar sana. Yang mungkin jauh di lubuk hati mereka mencintaimu apa adanya.”
“ Bukannya kami iri. Kami hanya ingin membantumu, agar kamu tidak kecewa nanti. Memang kami belum dapat bukti yang otentik. Tapi dugaan kami benar 1000%. Kau tak lebih berharga dari bahan taruhan.”
“ Terserah.!!!” Paris berdiri dan meninggalkan tikus-tikus nakal sahabatnya. Habis sudah kesabaran Troy. Ia menggebrak meja keras, mengerahkan seluruh emosinya.
“ OKHEE.”
Langkah Paris terhenti di depan pintu.
“ Lebih sayang tikus nakal bajingan. Atau percaya kami.”
Paris pergi dan berlalu.
“-“
Mendung hitam telah dikalahkan sinar mentari. Mega merah di ufuk timur malu-malu berganti dengan sinar hangat mentari pagi. Pagi ini begitu cerah. Secerah senyuman di bibir manis Paris. Walaupun semalam suntuk matanya tejaga. Tak ada mata sipit berkalung kantong mata bengkak yang menghias wajah Paris. Ia begitu semangat menyambut hari ini. Hari dimana Paris berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Yang pendiam, rendah diri, culun dan penakut. Sungguh, hari ini Paris teramat tampannya. Potongan rambutnya berubah mengikuti tren, tidak lagi akan ada rambut piak tengah yang berlumurkan minyak jelantah nongkrong di atas kepala Paris. Dua kancing teratas bajunya terbuka, memamerkan sedikit pucuk dadanya. Celananya tak lagi di atas pusar. Sedikit diturunkan. Ia seakan menemukan jati dirinya. Akhirnya lika-liku kehidupan yang telah dijalaninya berbuah kemahadahsyatan. Jalannya tak lagi menunduk. Paris begitu PD berjalan di koridor sekolah. Semua pasang mata bersinarkan kekaguman dan ketidak percayaan terfokus pada Paris. Ia bagai model yang berjalan di catwalk yang terus melemparkan senyuman.
Setelah salat istiqoroh dan minta petunjuk Allah. Semalam Paris memutuskan dengan tepat dan akurat lebih memilih tikus-tikus nakal sahabatnya, walau nakal tapi setidaknya mereka menyayangi Paris tulus. Paris sadar bahwa persahabatan lahir dari rasa percaya.
Ditengah pelajaran yang membosankan dan guru yang tidak mengasyikkan. Pikiran Paris melayang. Tanpa sadar ia berdiri dan  mengacungkan  kedua tangan tinggi. Dengan kepala mendongkak ke atas Paris teriak.
“ Aaarrrggghh!!! KAPAN KU PUNYA PACAR ???!”
Sebuah penghapus papan tulis ditembakkan dengan tenaga superman mendarat tidak mulus masuk dalam goa mulut Paris. Tawapun meledak. Paris kesakitan tapi tertawa juga. Orang yang aneh. Lega akhirnya, beban fikiran Paris menguap bercampur deru tawa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dengan Uang Belanja 20 ribu, Kamu Bisa Memasakkan 3 Menu Kaya Protein Ini untuk Suami loh, Cobain Yuk!

Hampir Lupa Jatuh Cinta

Perjuangan Pejuang Wifi Gratisan