Hampir Lupa Jatuh Cinta

Sebut saja gadis berkaca mata itu Sari. Dia masih tercatat sebagai mahasiswa semester akhir jurusan bahasa Asing di salah satu universitas negeri di kota ini. Statusnya dari ospek sampai detik ini masih ‘Single’ baca Jomblo. Parahnya gadis berkulit sawo matang ini nyaris tidak mengenal lawan jenis selama tiga tahun dia berstatus sebagai mahasiswa. Dibilang ironis, memang sedikit sarkasme, tapi memang kata itulah yang pantas mewakili kondisinya saat ini. Eits, tunggu dulu, bagi Sari hidup seperti ini memanglah keinginannya. Gadis mana yang justeru mau menjomblo kalau bukan Sari. Rasa takutnya akan azab yang diancamkan Tuhannya menutupi rasa takut akan kesendiriannya. Meski begitu dia juga ingin punya banyak teman, banyak sahabat dari lawan jenisnya. Seperti teman-temannya yang lain. Tapi sejak awal menjejal bangku kuliah dia sudah berjanji pada Tuhannya, kalau dia ingin fokus kuliah, belajar. Soal pacaran, jodoh, benar-benar dia serahkan kepada Pencipta-Nya. Biarlah garis takdir itu yang menjadi mak jomblang antara dia dan lelaki pilihan Tuhan untuknya. Ini masih alasan pertama, alasan kedua yang membuat Sari masih ‘single’ sampai sekarang adalah jika dia harus berhadapan dengan banyak lelaki, Sari tak ubahnya seperti Vampir yang hamper mati tersengat matahari. Bahkan kondisinya bisa lebih parah dari itu.
Meski begitu, dia pernah merasakan manisnya cinta, kisah yang bersemi di masa paling indah, SMA. Tapi sayang, hubungannya harus berakhir saat menginjak bulan ke tujuh mereka jadian. Saat itu Sari sudah mencoba untuk membuat ikatan statusnya segera berakhir karena ini berhubungan dengan prinsip yang dia genggam. Beberapa bulan sebelum akhir putusan itu keluar dari mulut sang lelaki, Sari berkali-kali mencoba memutuskan hubungan dengan sepihak. Hingga sang lelaki itu mungkin sudah lelah dengan berbagai perangai Sari yang egois dan kekanak-kanakan, maka putuslah tali itu di bulan ke tujuh. Sari tak menangis, tak bersedih pula. Bahkan harusnya dia bersyukur, dia tak perlu susah payah lagi mencari cerita-cerita konyol untuk membuat statusnya single. Singkat cerita, semenjak tali itu putus di bulan ke tujuh, tak seklipun tali itu tersambung kembali. Meski jauh di dalam hati Sari, dia masih memendam bunga untuk lelaki itu. Tapi ludah yang terlanjur di tanah tak mungkin dijilat kembali. Dengan susah payah dia mencoba fokus pada prinsip dan masa depannya. Tapi angin bertiup terlalu kencang, pagar yang membentengi hati Sari patah satu per satu. Sejujurnya dia menyesal, tapi penyesalan itu selalu diputar balikkan ke masa-masa pacaran mereka. Sari yang khilaf, kembali tersadar bahwa keputusannya sudah tepat. Maka yang perlu dilakukannya saat ini adalah ikhlas melepas sisa tali itu. Terlebih lelaki itu sudah mengikat janji seumur hidup dengan wanita pilihannya. Jalan untuk kembali benar-benar buntu, tertutup rapat. Kini yang harus dilakukan Sari hanya meneguhkan hati, benar-benar melepas segala ikatan. Biarlah kenangan lama menjadi cerita, asal jangan menjadi gembok di masa depan.
Selama hampir tiga puluh enam bulan sendiri, membuat hati Sari beku. Terlalu keras untuk mencair dan kembali jatuh cinta. Cinta palsunya tersalur lewat hasratnya menonton drama korea. Mengagumi lelaki-lelaki yang sangat jauh dari jangkauannya. Dia masih Sari yang sama dengan gadis-gadis sebayanya. Dia terkadang iri, dia juga ingin dapat perhatian. Dia ingin keliling dari kota ke kota bersama orang yang paling disayang. Tapi sekali lagi, pengertiannya terhadap ilmu agama yang menjadi benteng kala hatinya bersedih. Itulah kenapa meski sendiri, dia masih mengulum senyum. Semakin hari bergulir pagar hatinya semakin kuat bak karang mengunci ombak lautan. Sampai dia lupa bagaimana jatuh cinta itu bermula. Setiap lelaki mendekat, pagar itu terkunci rapat. Tak ada gemetar dagdigdug yang mengusik hati. Hingga suatu hari dia merasakan hatinya penuh bunga-bunga. Sari sudah bertemu dengan imam impiannya. Tak perlu rupawan atau sedap dipandang. Cukup lelaki yang membuatnya tak bisa menahan senyum kala mengingat wajahnya. Tak perlu jutawan, cukup pas buat makan dan memberi santunan. Lelaki yang murah senyum, penuh semangat menebar kebaikan, meski dari kejauhan sudah tercium harum akhlaknya. Berjiwa sosial, pemimpin yang amanah. Benar-benar tak ada alasan untuk menolak lelaki macam ini. Badannya tak tambul tak juga kurus kerontang, pas sekali. Tak tinggi menjulang, cukup cocoklah jika Sari berdiri di sandingnya. Tapi tunggu, ini hanya khayalan Sari semata. Sedang dia hidup dalam realita. Agar tidak larut dalam kecewa Sari hanya perlu meyakini, jika dia lelaki yang dijodohkan Allah untuknya, maka akan selalu ada jalan yang berakhir di mahligai pernikahan. Tapi jika lelaki itu bukan lelaki pilihan Allah. Seberapa banyak jalan yang Sari ciptakan agar lelaki itu menjadi miliknya, tetap selalu ada alasan yang menghalangi jalan itu. Sari hampir lupa jatuh cinta, namun di hari itu Tuhannya masih memberinya harapan. Biarlah lelaki itu disimpan Sari hanya dalam hati. Jarak dan waktulah yang akan menjawabnya. Toh meskipun dipaksakan, jika bukan kunci yang pas tentu tak akan terbuka. Sekarang Sari hanya perlu memperbaiki diri, memantaskan diri di depan Tuhannya. Karena Jodoh itu cerminan diri. Tak perlu muluk-muluk mengharap yang baik jika kita masih buruk. Ternyata jatuh cinta itu sederhana. Terima kasih masnya, karena telah membuat Sari kembali belajar mencintai.

-Novita Andria Sari- Ahad, 10 Mei 2015 09:08 PM

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dengan Uang Belanja 20 ribu, Kamu Bisa Memasakkan 3 Menu Kaya Protein Ini untuk Suami loh, Cobain Yuk!

Perjuangan Pejuang Wifi Gratisan